Daftar Isi
Kata Pengantar
BAB I
Pendahulu
1. Latar belakang
2. Rumusan masalah
3. Tujuan penulis
BAB II
PEMBAHASAN
1. Tradisi bahasa dan kemasyarakatan suku bugis Makassar
2. Adat istiadat Bugis Makassar
a. Adat panen
b. Adat pernikahan
c. System norma dan aturan-aturan adat
3. Tradisi merantau
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Kata Pengantar
Assalamu’alaikum Wr.Wb…
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang yang telah melimpahkan rahmat dan hidayat sehingga kita dapat menyelesaikan tugas ini
Shalawat berangkaikan salam tak lupa kita haturkan kepada nabi besar kita ,nabi akhiru zaman ,penutup dari segala nabi yaitu nabi MUHAMMAD SAW sebagai uswatatun khasanah sosok model ideal bagi kita sekalian manusia untuk meraih kesuksesan di dunia akhirat
Dapat terselesaikan makala ini tidak lepas dari dukungan bantuan dan motivasi yang sifatnya spiritual dan materiil dari banyak pihak, sehingga penulis mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya.
Demikian yang bisa kami sampaikan dengan harapan semoga Allah SWT senantiasa membalas segala kebaikan mereka dan makalah ini dapat memberi manfaat sebaik-baiknya. Amin…
Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan zaman, sentuhan tekhnologi modern telah mempengaruhi dan menyentuh masyarakat Bugis makassar , namun kebiasaan-kebiasaan yang merupakan tradisi turun menurun bahkan yang telah menjadi Adat masih sukar untuk dihilangkan. Kebiasan-kebiasaan tersebut masih sering dilakukan meskipun dalam pelaksanaannya telah mengalami perubahan, namun nilai-nilai dan makna masih tetap terpelihara dalam setiap upacara tersebut.
Dalam penerapan bahasa bugis –makassar di terapkan dari kecil ,dengan penggunaan sehari- hari. Bahsa bugis juga ada yang di kenal dengan bahasa lontar dan di gunakan dalam, keseharian maupun acara adat .dan dalam suku bugis makassar banyak terdapat adat istadat yang mengajarkan tentang kehidupan seprerti Mappadendang yaitu untuk menghargai satu sama lain .walaupun kaya miskin dalam mappadendang semua dianngap sama.
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1.tradisi pendidikan bahasa dalam bahasa bugis makassar
2.adat istiadat yang mengandung nilai pendidikan
C. Tujuan
1 .untuk lebih mengetahui bahasa bugis .makassar
2 .untuk mengetahui adat istiadat suku bugis Makassar
BAB II
PEMBAHASAN
1. Bahasa dan kemasyarakatan dalam suku bugis –makassar
Bahasa Bugis adalah bahasa yang digunakan etnik Bugis di Sulawesi Selatan, yang tersebar di kabupaten sebagian Kabupaten Maros, sebagian Kabupaten Pangkep, Kabupaten Barru, Kota Pare-pare, Kabupaten Pinrang, sebagian kabupaten Enrekang, sebagian kabupaten Majene, Kabupaten Luwu.
kabupaten Sidenrengrappang, Kabupaten Soppeng, Kabupaten Wajo, Kabupaten Bone, Kabupaten Sinjai, Kabupaten Bulukumba, dan Kabupaten Bantaeng. Masyarakat Bugis memiliki penulisan tradisional memakai aksara Lontara. Pada dasarnya, suku ini kebanyakannya beragama Islam. Dari segi aspek budaya, suku kaum Bugis menggunakan dialek sendiri dikenali sebagai ‘Bahasa Ugi’(1) dan mempunyai tulisan huruf Bugis yang dipanggil ‘aksara’ Bugis. Aksara ini telah wujud sejak abad ke-12 lagi sewaktu melebarnya pengaruh Hindu di Kepulauan Indonesia.
Lontara adalah aksara tradisional masyarakat bugis Makassar .Bentuk aksara lontara berasal dari “sulapa eppa wala suji “.Wala suji berasal dari kata WALA yang artinya pemisah /pagar/penjaga dan SUJI yang artinya putri .wala suji adalah sejenis pagar bambu yang dalam acara ritual yang berbentuk bela ketupat .Sulapa eppa (empat sisi) adalah bentuk mistik kepercayaan suku Bugis Makassar klasik yang menyimbolkan yang menyimbulkan susunan semesta ,api-air- tanah-angin (2).Huruf lontara biasa pada umumnya dipakai untuk menulis tata aturan pemerintahan dan kemasyarakatan.naska ditulis dengan menggunakan daun lontar menggunakan lidi
atau kalam yang terbuat dari ijuk kasar (kira-kira sebesar lidi).Aksara bugis berjumlah 23 huruf yang semua disusun berdasarkan aturan tersendiri.
Perbedaan utama antara aksara lontara bugis dengan aksara yang lain yaitu walaupun pada aksaraa lontara bugis ada beberapa huruf yang yang namanya sama dengan aksara nusantara lainnya,tetapi bukan hasil asimilasi budaya lain seperti india dan arab juga aksara lontara bugis tidak mengenal hruf tau lambing untuk mematikan huruf misalnya “ka” menjadi ‘K”.Sehingga cukup membingungkan bagaimana menuliskan huruf mati.
Dan kebiasaan disana juga menidurkan anaknya dengan cerita – cerita dulu atau pun puisi – puisi dan lagu-lagu sambil mengelus kepala sang anak dengan menggunakan bahasa daerah dan inilah salah satu contohnya;
Labuni essoe
Labuni essoe turunni udannie
Wettunnani massenge’ri tau mabelae
tekkarebanna pole, teppasenna pole
Waseng magi muanro ri dolangeng
Temmulettutona temmurewetona
Iyami ripuada idi tea iyya tea
Idi temmadampe iyya temmasenge
Idi temmadampe iyya temmasenge
Ajamua muppakua menreppa ri cempae
Uanrei buana na mecci elo’mu
Uanrei buana na mecci elo’mu
Mecci elo manre cempa
Waena kalukue mappasau-sau dekka
Waena kalukue mappasau –sau dekka
Artinya
Telah rembang petang
Telah rembang petang telah dating kenangan saatnya kukenang tentang engkau di kejauhan
Sungguh jauh engkau pergi melupakan pulang tak ada kabar datang,tak ada pesan datang gerangan mengapa engkau tinggal di angan – angan ,sampai tak sampai,kembali tak kembali.
Begini saja kita katakana engkau tak ingin, aku tak ingin.Engkau tak menyebut namaku, aku melupakan namamu.
Tapi jangan engkau lakukan , jika ku panjat pohon asam,dan akan ku cicipi buahnya akan mengalir air liur dari bibirmu
Jika kering liurmu ingin mencicipi buah asam ,segelas air kelapa menghapus seluruh haus
Sistem Kemasyarakatan menurut Friedericy(3), dulu ada tiga lapisan pokok, yaitu:
1. Anakarung : lapisan kaum kerabat raja-raja.
2. To-maradeka Tu-mara-deka : lapisan orang merdeka yang merupakan sebagian besar dari rakyat Sulawesi Selatan.
3. Ata : lapisan orang budak, yaitu orang yang ditangkap dalam peperangan, orang yang tidak dapat membayar hutang atau orang yang melanggar pantangan adat.
Susunan Lapisan Gelar-gelar yang terdapat pada Suku Bugis:
1. Datu
Datu adalah Gelara yang di berikan kepada bangsawan bugis yang memegang pemerintahan daerah, yang sekarang setingkat dengan (Bupati).
2. Arung
Arung adalah Gelar yang diberikan kepada bangsawan bugis yang memegang pemerintahan wilayah yang sekarang setingkat dengan (Camat).
3. Andi
Andi adala gelar yang diberikan kepada bangsawan bugis yang biasanya anak dari perkawinan antara keturunan arung dengan arung.
4. Puang
Puang adalah Gelar yang diberikan kepada anak dari hasil perkawinan antara arung atau andi yang mempunyai istri masyarakat biasa, begitupun sebaliknya.
5. Iye
Iye adalah gelar yang diberikan kepada masyarakat biasa yang masih memiliki silsilah yang dekat dengan kerabat bangsawan.
6. Uwa
Uwa adala kasta ter rendah dalam masyarakat bugis yaitu gelar yang diberikan kepada masyarakat biasa.
2 Adat istiadat suku bugis Makassar
Suku Bugis adalah salah satu suku yang berdomisili di Sulawesi Selatan. Ciri utama kelompok etnik ini adalah bahasa dan adat-istiadat, sehingga pendatang Melayu dan Minangkabau yang merantau ke Sulawesi sejak abad ke-15 sebagai tenaga administrasi dan pedagang di Kerajaan Gowa dan telah terakulturasi, juga bisa dikategorikan sebagai orang Bugis. Diperkirakan populasi orang Bugis mencapai angka enam juta jiwa. Kini orang-orang Bugis menyebar pula di berbagai provinsi Indonesia, seperti Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Papua, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan. Orang Bugis juga banyak yang merantau ke mancanegara seperti di Malaysia, India, dan Australia.
Suku Bugis adalah suku yang sangat menjunjung tinggi harga diri dan martabat. Suku ini sangat menghindari tindakan-tindakan yang mengakibatkan turunnya harga diri atau martabat seseorang. Jika seorang anggota keluarga melakukan tindakan yang membuat malu keluarga, maka ia akan diusir atau dibunuh. Namun, adat ini sudah luntur di zaman sekarang ini. Tidak ada lagi keluarga yang tega membunuh anggota keluarganya hanya karena tidak ingin menanggung malu dan tentunya melanggar hukum. Sedangkan adat malu masih dijunjung oleh masyarakat Bugis kebanyakan. Walaupun tidak seketat dulu, tapi setidaknya masih diingat dan dipatuhi.
A. Adat panen
Mappadendang merupakan upacara syukuran panen padi dan merupakan adat masyarakat bugis sejak dahulu kala. Dilaksanakan setelah panen raya biasanya memasuki musim kemarau pada malam hari. Komponen utama dalam acara ini yaitu 6 perempuan, 3 pria, bilik Baruga, lesung, alu, dan pakaian tradisionil yaitu baju Bodo.
Para perempuan yang beraksi dalam bilik baruga disebutPakkindona, sedang pria yang menari dan menabur bagian ujung lesung disebut Pakkambona. Bilik baruga terbuat dari bambu, serta memiliki pagar yang terbuat dari anyaman bambu yang disebut Walasoji.
Saat musim panen tiba para warga biasanya memotong ujung batang padi dengan ani-ani, yang menyerupai sebuah pisau pemotong berukuran kecil. Biasanya setelah terkumpul lantas padi hasil panenan itu dirontokkan dengan cara menumbuk dalam sebuah lesung. Suara benturan antara kayu penumbuk, yang disebut alu, dan lesung ini biasanya terdengar nyaring. Membentuk irama ketukan yang khas rancak bertalu-talu. Gerakan dan bunyi tumbukan berirama inilah yang menjadi asal-usul senimappadendang. Tradisi ini turun temurun. Sampai akhirnya lambat laun mulai ditinggalkan setelah pemerintah menggulirkan program intensifikasi pertanian untuk mendongkrak produktifitas ekonomi nasional.
Seiring dengan modernisasi sistem pertanian dan orientasi pada aktifitas peningkatan “income” dan produksi nasional. Akhirnya ritual-ritual bercocok tanam yang rutin digelar, lambat laun mulai hilang. Lantaran sistem pertanian pendukung ritual itu semakin ditinggalkan. Tak ada lagi memanen dengan ani-ani. Tak ada lagikatto bokko. Tidak pula kelong pare dan mappadendang.Bersamaan dengan itu tiada lagi penghargaan terhadap sumber kehidupan. Praktek menanam tidak berurusan dengan anugerahSangiyang Sri seperti yang diyakini selama ini. Tapi soal bagaimana produk pertanian dapat mengejar target produksi nasional yang diharapkan para penyuluh pertanian
Selain bentuk suka cita, ritual mappadendang juga dimaksudkan untuk mempertahankan warisan budaya leluhur yang dikhawatirkan makin ditinggalkan generasi muda. Kepekaan warga dalam menjaga budaya para leluhurnya, memang masih sangat kental.
Pada saat memecah biji padi itulah, ada nilai kearifan dan bersamaan yang tercipta. Dalam budaya ini, strata antara pemilik sawah maupun buruhnya, sama. Petani yang memiliki sawah luas atau hanya sepetak pun, di ritual ini dianggap tidak ada bedanya.
Dan biasanya para masyarakat dulu mungkin beberapa dari masyrakat sekarang menggunakan doa ataupun mantra yang mereka percayai akan menyuburkan padinya dan membuat panennya baik.
Oh yaccing(4),napanaungko nabbi,napa timboko malaeka petanna pa’rasangang,awalli patanna bulu,naalleko nabbi,natambaiko malaeka,Baraka lailahaillallah.
B. Adat pernikahan
Tahap – tahap dalam perkawinan secara adat :
1. Lettu (lamaran)
ialah kunjungan keluarga si laki-laki ke calon mempelai perempuan untuk menyampaikan keinginan nya untuk melamar calon mempelai perempuan
7. Mappettuada. (kesepakatan pernikahan)
Ialah kunjungan dari pihak laki-laki ke pihak perempuan untuk membicarakan waktu pernikahan,jenis sunrang atau mas kawin,balanja atau belanja perkawinan penyelanggaran pesta dan sebagainya
8. Madduppa (Mengundang)
Ialah kegiatan yang dilakukan setelah tercapainya kesepakayan antar kedua bilah pihak untuk memberi tahu kepada semua kaum kerabat mengenai perkawinan yang akan dilaksanakan.
4. Mappaccing (Pembersihan)
Ialah ritual yang dilakukan masyarakat bugis (Biasanya hanya dilakukan oleh kaum bangsawan), Ritrual ini dilakukan padah malam sebelum akad nikah di mulai, dengan mengundang para kerabat dekat sesepuh dan orang yang dihormati untuk melaksanakan ritual ini, cara pelaksanaan nya dengan menggunakan daun pacci (daun pacar), kemudian para undangan di persilahkan untuk memberi berkah dan doa restu kepada calon mempelai, konon bertujuan untuk membersihkan dosa calon mempelai, dilanjutkan dengan sungkeman kepada kedua orang tua calon mempelai.
Hari pernikahan dimulai dengan mappaenre balanja , ialah prosesi dari mempelai laki-laki disertai rombongan dari kaum kerabat, pria-wanita, tua-muda, dengan membawa macam-macam makanan, pakaian wanita, dan mas-kawin ke rumah mempelai wanita. Sampai di rumah mempelai wanita langsung diadakan upacara pernikahan,dilanjutkan dengan akad nikah. Pada pesta itu biasa para tamu memberikan kado tau paksolo’. setelah akad nikah dan pesta pernikahan di rumah mempelai wanita selesai dilalanjutkan dengan acara “mapparola” yaitu mengantar mempelai wanita ke rumah mempelai laki-laki.
Beberapa hari setelah pernikahan para pengantin baru mendatangi keluarga mempelai laki-laki dan keluarga mempelai wanita untuk bersilaturahmi dengan memberikan sesuatu yang biasanya sarung
Dan terkadang dalam adat –adat itulah terkadang para orang tua member nasehat kehidupan ;
Dalam sistem perkawinan adat Bugis terdapat perkawinan ideal:
1. Assialang maola
Ialah perkawinan antara saudara sepupu derajat kesatu, baik dari pihak ayah maupun ibu.
2. assialanna memang
ialah perkawinan antara saudara sepupu derajat kedua, baik dari pihak ayah maupun ibu.
3. ripaddeppe’ abelae
ialah perkawinan antara saudara sepupu derajat ketiga, baik dari pihak ayah maupun ibu atau masih mempunyai hubungan keluarga
Adapun perkawinan – perkawinan yang dilarang dan dianggap sumbang (salimara’):
1. perkawinan antara anak dengan ibu / ayah
2. perkawinan antara saudara sekandung
3. perkawinan antara menantu dan mertua
4. perkawinan antara paman / bibi dengan kemenakan
5. perkawinan antara kakek / nenek dengan cucu
1. Iyyapa narisseng mukkurui sewwae jama-jamang narekko purani rilaloi.
Terjemahan bebas :
Baru dapat diketahui kedalaman dan luasnya suatu sungai, kalau sudah kita harungi/seberangi.
Artinya:
Sulit tidaknya sebuah pekerjaan ataupun suatu usaha baru dapat diketahui jika telah pernah kita kerjakan atau alami.
2. Disebutkan di dalam Lontara Attorioloang, bahwa seorang pemimpin haruslah memiliki kriteria:
a. Maccai na malempu = Cakap, pintar dan jujur.
b. Waranipi namagetteng = Berani dan tegas, teguh pendirian.
c. Paulle watakkalepi = Sehat jasmani dan rohani.
d. Ke’nawa-nawapi = Memiliki pandangan, visi dan missi, pikiran yg cemerlang.
e. Naetau masiripi Dewata Sewwae. =Bertaqwa kepada Tuhan Yg Maha Esa.
f. Nasiri’I alena, nasiri toi padanna rupatau. = Menjaga harkat dan martabat dirinya, serta menghormati harkat martabat orang lain
3. Petuah Toriolo sebagai berikut: “Tellui somperenna lino: “Lempuu, Getteng, Ada Tongeng na Appasikua. Narimakkuannanaro aaja’ laalo musaala panguju, aja’to mutettangngi sempajangmu, aja’laalo mucapa-capai pappasekku, nasaba’ anu maddupa tu matti”.
Terjemahan bebas: Ada tiga hal yang menjadi kiat utama merantau yakni; Kejujuran, Keteguhan hati, tutur kata yang berlandaskan kebenaran, dan keikhlasan menerima apa adanya. Oleh sebab itu, janganlah kamu salah rencana dan salah melangkah, dan juga janganlah kamu pernah meninggalkan sembahyang lima waktu, serta janganlah kamu memandang remeh petuah ini, karena itu mengandung kebenaran yang akan menjadi kenyataan kelak.
4. Ritomainge’e eppa’ masero madecceng : mula mulanna namaiseiwi topurae mamaseiwi, maduanna tenri ellauwi nabbere, temmattajeng pamale’, matellunna tulung ngengngi sukara’na taue risingangka-gangkanna pattulung, maeppa’na mappangaja’ lettu’ riperu’e
Artinya : Bagi orang yang panjang ingatannya ada empat hal yang sangat baik : permulaannya mengasihani orang yang pernah mengasihaninya, kedua memberi tanpa diminta dan tidak menunggu pembalasan, ketiga menolong kesukaran orang dengan sepenuhnya, keempat memberi nasihat dengan tulus.
5. Limai uwangenna riallolongengi deceng, seuwani pakatunai alemu risilasannae, maduanna saroko maserisilasannae, matellunna makkareso patujue, maeppa’na moloie roppo roppo narawe’, malimanna molae laleng namatike’ nappa sanre’ ri Allah SWT.
Artinya : Lima jenis sifat manusia menghasilkan kebaikan, pertama merendahkan diri sepatutnya, kedua mencari kawan/sahabat sepatutnya, ketiga berbuat/bekerja yang baik dan benar, ke empat kembali apabila menghadapi rintangan, kelima waspada dalam perjalanan sambil berserah diri kepada Allah SWT.
C. System norma dan aturan-aturan adat yang keramat dan sacral yang keselaruhnya
Sistem adat keramat dari orang bugis terdiri atas 5 unsur pokok, yaitu:
1.Ade’(ada’)
Ade adalah bagian dari panggaderreng yang secara khusus terdiri dari:
a. Ade’ akkalabinengeng atau norma mengenai hal-hal ihwal perkawinan serata hubungan kekerabatan dan berwujud sebagai kaidah-kaidah perkawinan, kaidah-kaidah keturunan, aturan-aturan mengenai hak dan kewajiban warga rumah tangga, etika dalam hal berumah tangga dan sopan santun pergaulan antar kaum kerabat
b. Ade’ tana atau norma mengenai hal ihwal bernegara dan memerintah Negara dan berwujud sebagai hukum Negara,hukum anatar Negara, serta etika dan pembinaan insane politik.
Pengawasan dan pembinaan ade’ dalam masyarakat orang Bugis biasanya dilaksanakan oleh beberapa pejabat adat seperti : pakka tenniade’, puang ade’, pampawa ade’, dan parewa ade’.
2.Bicara
Bicara adalah unsur yang mengenai semua aktivitas dan konsep-konsep yang bersangkut paut dengan keadilan, maka kurang lebih sama dengan hukum acara,menentukan prosedurenya serta hak-hak dan kewajiban seorang yang mengajukan kasusnya di muka pengadilan atu mengajukan gugatan.
3.Rapang
Contoh, perumpamaan, kias, atau analogi. Rapang menjaga kepastian dan konstinuitet dari suatau keputusan hukum taktertulis dalam masa yang lampau sampai sekarang, dengan membuat analogi dari kasus dari masa lampau dengan yang sedang di garap sekarang.
4.Wari’
Melakukan klasifikasi dari segala benda, peritiwa, dan aktivitetnya dalam kehidupan masyarakat menurut kategorinya. Misalnya untuk memelihara tata susunan dan tata penempatan hal-hal dan dan benda-benda dalam kehidupan masyarakat; untuk emelihara jalur dan garis keturunan yang mewujudkan pelapisan social; untuk memlihara hubungan kekerabatan antara raja suatu Negara dengan raja dari Negara lain, sehingga dapat ditentukan mana yang muda dan mana yang tua dalam tata uacara kebesaran.
5. Sara’
Pranata dan hokum Islam dan yang melengkapkan keempat unsurnya menjadi lima.
Dalam kasusastraan Pasengyang memuat amanat-amanat dari nenek moyang, ada contoh-contoh dari ungkapan- ungkapan yang diberikan kepada konsep siri’ seperti:
1. siri’ emmi rionrowang ri-lino artinya: hanya untuk siri’ sajalah kita tinggal di dunia. Arti siri sebagai hal yang memberi identitet social da martabat kepada seorang Bugis
2. mate ri siri’na artinya mati dalam siri’ atau mati untuk menegakkan martabat dalam diri,yang dianggap suatu hal yang terpuji dan terhormat.
3. mate siri’ artinya mati siri’ atau orang yang sudah hilang martabat dirinya dalah seperti bangkai hidup. Kemudian akan melakukan jallo atau amuk sampai ia mati sendiri.
Agama dari penduduk Sulawesi Selatan kira-kira 90% adalah Islam, sedang 10 % memeluk agama Kristen Protestan atau Katolik. Umat Kristen atau Katolik biasanya pendatang dari Maluku, Minahasa, dan lain-lain.
3 Tradisi merantau masyarakat Bugis Makassar
Selain tersohor dengan budaya maritime yang handal,masyarakat Bugis Makassar juga di kenal dengan tradisi rantauanya yang sangat kuat.Dan mereka terkenal dengan ahli dagang.budaya rantau atau yang lebih dikenal sompe (5).sompe biasannya dilakukan karna tiga hal pertama,factor ekonomi.Umumnya masyarakat Bugis Makassar
menjadikan factor ekonomi sebagai alasan utama untuk sompe.mereka mereka merantau ke negri orang ketika mereka merasa bahwa kehidupan di kampung atau daerah asajnya pas-pasan atau bahkan kekurangan.Dan tujuan sompe yaitu agar mendapat penghidupan lebih layak .Dan yang kedua, ilmu menjadi alasan untuk melakukan sompe karena, alasan haus akan ilmu pengetahuan.Pepatah mengatakan “tuntutlah ilmu walau ke negri cina” dan itupun berlaku untuk masyarakat Sulawesi selatan.Dan orang yang merantau sesekali akan pulang ke kampung halamannya.
BAB III
PENUTUP
Suku Bugis adalah salah satu suku yang berdomisili di Sulawesi Selatan. Ciri utama kelompok etnik ini adalah bahasa dan adat-istiadat, sehingga pendatang Melayu dan Minangkabau yang merantau ke Sulawesi sejak abad ke-15 sebagai tenaga administrasi dan pedagang di Kerajaan Gowa dan telah terakulturasi, juga bisa dikategorikan sebagai orang Bugis. Suku yang sangat menjunjung tinggi harga diri dan martabat. Suku ini sangat menghindari tindakan-tindakan yang mengakibatkan turunnya harga diri atau martabat seseorang.
Dalam tradisi pendidikan bahasa dan kehidupan mereka di ajar oleh orang tua mereka sejak kecil dengan menggunakan bahasa daerah dalam kesehariannya dan mengajarkannya.Dalam bahsa bugis di kenal juga dengan aksara lontara atau biasa di kenal dengan bahasa ugi.Lontara biasa di gunakan untuk menulis hukum-hukum adat, mantra –mantra yang ada dalam acara adat ,dan syair-syair ataupun puisi yang di gunakan dalam tulisan lontara.Adapun dalam tradisi pendidikan kehidupan sama halnya dengan pendidikan bahasa yaitu di ajarkan sejak kecil.dan suku ini mempunyai kebiasaan merantau untuk mencari ilmu dan untuk mencari penghidupan yang lebih baik dan nasehat –nasehat itu akan mereka dapatkan sebelum minggalkan daerahnya.Misalnya;
Petuah Toriolo sebagai berikut: “Tellui somperenna lino: “Lempuu, Getteng, Ada Tongeng na Appasikua. Narimakkuannanaro aaja’ laalo musaala panguju, aja’to mutettangngi sempajangmu, aja’laalo mucapa-capai pappasekku, nasaba’ anu maddupa tu matti”.
Ada tiga hal yang menjadi kiat utama merantau yakni; Kejujuran, Keteguhan hati, tutur kata yang berlandaskan kebenaran, dan keikhlasan menerima apa adanya. Oleh sebab itu, janganlah kamu salah rencana dan salah melangkah, dan juga janganlah kamu pernah meninggalkan sembahyang lima waktu, serta janganlah kamu memandang remeh petuah ini, karena itu mengandung kebenaran yang akan menjadi kenyataan kelak.
DAFTAR PUSTAKA
- Hamid Abdullah 1985 MANUSIA BUGIS MAKASSAR Jakarta,idagu press
- Viekke,Bernard H.M NUSANTARA SEJARAH INDONESIA